Diposkan pada diarynajla

Part 28 : Apapun Itu Asal Jangan Makanan

“Apapun Itu Asal Jangan Makanan”. Gumamku pada saat itu mengutuk diriku berkali-kali.

Entah kenapa akhir-akhir ini topik yang sering ku perbincangkan adalah “makanan”.

Bukan, bukan membicarakan ragam jenis makanan yang sedang hype di Indonesia kini.

Mungkin karena satu hal ini yang belum bisa aku jalani dengan sepenuh hati.

Sehingga judul pada celotehanku kali inipun adalah, “Apapun Itu Asal Jangan Makanan”.

Setelah terserang autoimmune, duniaku menjadi berubah dan harus di rubah. Dan yang ku maksud dengan duniaku tersebut meliputi lingkunganku, kawan-kawanku, kebiasaanku, pola istirahatku, management stress dan pola makanku.

Lebih mudah rasanya untuk bisa menerima bahwa lingkunganku harus berubah, tak mengapa menjadi tak bisa berkumpul seperti biasanya dengan kawan-kawanku.

Tak masalah bila, kebiasaanku yang suka mondar-mandir atau inginnya full kegiatanpun kini harus di ubah. Sehingga untuk saat ini belum bisa seperti dahulu.

Membiasakan dan mencoba untuk mengatur pola istirahatkupun sebulan ini sudah ku coba.

Management stress, untuk bisa berfikir lebih relax lagi juga memfilter diri dari keadaan dan suasana pemicu stress ini pun alhamdulillaah sudah kuupayakan.

Rasanya amat sangat lebih mudah memanage semua itu dibandingkan dengan memanage pola makan. Jujur, yang ini sulit dan masih terus kuupayakan.

Ingin rasanya berkata bahwa, “Apapun itu siap kulakukan asalkan jangan makanan”.

I love foods. Dari dulu jika ingin rasanya makan A, maka akan ku kejar sampai dapat.

Jika dalam kondisi tidak memungkinkan mendapatkan A, maka aku akan menghadirkan A tersebut.

Pernah suatu hari di masa-masa perantauanku di Mesir, aku sangat ingin okonomiyaki. Entah ada atau tidak di Kairo tepatnya di Nasr City tapi daripada pusing mencari okonomiyaki akupun mencoba menghadirkan okonomiyaki tersebut dengan mencoba memasaknya.

Pernah juga suatu hari di Kairo, matham langganan mie ayamku sedang tutup dan baru akan buka lagi beberapa hari kemudian.

Mungkin istilah sekarang adalah BM.

BM mau makan mie ayam.

Berhubung tutup dan baru buka beberapa hari kemudian, akupun mencoba menghadirkan mie ayam sendiri.

Yang di akali mie nya dari mie spaghetti lalu membuat bumbu mie ayamnya sendiri dan di makan bersama-sama dengan kawan-kawanku dulu.

Sebagai orang yang suka dengan ragam makanan dan tidak pernah absen untuk mencicipi jenis makanan baru ( karena penasaran dan tentunya tidak berlebihan ).

Sulit rasanya untuk tiba-tiba diharuskan stop dan hijrah pola makan.

Aku bukan suka jajan sembarangan, bukan. Aku tetap memperhatikan kebersihannya.

Buruknya memang makan hanya karena penasaran. Dan biasanya aku tidak pernah memakannya sendiri. Pasti tidak akan habis dan butuh bantuan kawan untuk sama-sama menghabiskannya.

Beberapa hari lalu setelah meminta kawanku, Kak Avie untuk mendeskripsikan bagaimana rasanya boba, karena aku amat sangat penasaran dengan boba tapi sadar diri kalau hak tersebut adalah bahaya bagiku, jadi aku meminta kawan-kawanku, salah satunya Kak Avie untuk mendeskripsikan kepadaku seperti apa rasamya boba itu.

Yang lalu setelah berbincang panjang akupun teringat Tragedi Tempe Bacem 2018 lalu.

Sampai Kak Avie terheran-heran setelah aku ceritakan Tragedi Tempe Bacem 2018 itu.

Ceritanya begini..

Agustus 2018 lalu, setelah keluar dari rawat inap sebulan lamanya di Rumah Sakit Holistic Indonesia, yang mana di haruskan hijrah pola makan at all.

Entah satu hal ini masih amat sulit untuk bisa di jalani dengan ikhlas sepenuh hati. Masih saja pundung saat melihat orang-orang di sekitar bisa makan enak.

Sedikitnya pun masih merasa seperti itu sampai sekarang ini.

Agustus tahun lalu, di tengah perjalanan pulang menuju rumah, dari Purwakarta menuju Banten tepatnya di kota kecil bernama Serang, kami beristirahat dahulu di rest area untuk makan malam.

Dengan jalan yang amat tertatih karena tidak membawa kursi roda, dan lalu di tuntun menuju kursi yang tak jauh dari tempat mobil parkir, terdapat pujasera dimana terpampang jelas ragam makanan yang ada.

Pujasera adalah singkatan dari Pusat Jajanan Serba Ada atau biasa kita kenal dengan sebutan food court.

Senyumku merekah ketika melihat dengan jelas sate ayam, pecel lele, pecel ayam, soto, sop, batagor, siomay, gado-gado, sop iga, ikan dan ayam bakar, nasi goreng, soto mie, dan ah banyak sekali menu makanan terpampang jelas di hadapanku.

Malam itu aku sudah ge-er dan berharap besar duluan kalau ibu pasti akan menghadiahkanku makanan-makanan lezat itu karena ini kali pertama aku menghirup dunia luar kembali, itung-itung menyenangkan anaknya ini yang baru keluar dari rumah sakit bukan?

Sepupu-sepupuku yang juga ikut mengantarkanku pulang ke rumah, sibuk memilih makanan yang ada.

Aku pun diam-diam sudah memilih makanan apa yang nanti ketika ibu bertanya pertanyaan lumrah ketika ingin memesan makan, “Mau makan apa teh?” Aku sudah tidak perlu menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk memilih makanan.

Benar saja memang, dari dulu entah mengapa aku menjadi rekor terlama ketika memilih makanan. Suka bingung gituloh mau pesen apa, hehe

Tapi kali itu tidak, aku sudah membayangkan aku akan makan pecel lele.

Terbayang ketika piring-piring berisi nasi panas dengan taburan bawang goreng diatasnya, piring dengan sambal khas pecel lele, piring lalapan beserta lele gorengnya dan tak lupa mangkuk air dan jeruk limau untuk kobokan disajikan rapi diatas meja di hadapanku.

Yes, kali itu aku akan memesan pecel lele.

Ibu datang ke meja kami, menanyakan sepupu-sepupuku hendak memesan apa. Kali itu aku merasa deg-deg an menanti namaku di tanya.

Sepupu-sepupuku memesan sop daging dan soto daging, aku sudah ancang-ancang akan menjawab pecel lele kali itu.

Tapi setelah ibu bertanya kepada sepupu-sepupuku, ibu langsung pergi begitu saja.

Aku menatap kedua sepupuku bingung, “Aku belum mesen nih,” kataku.

Mereka juga terlihat bingung, aku di skip begitu saja oleh ibu.

“Ibuu” panggilku. Ibu menoleh dengan tatapan yang seolah menandakan kata tanya, “kenapa?”.

Teteh makan apa? Teteh belum pesen, kan?” Tanyaku heran. Ibu kemudian berbalik ke meja kami.

“Teteh mah gado-gado aja ya”. Lalu tanpa AIUEO, ibu kembali ke mejanya.

Sedikit kecewa dalam hati. Tapi tak apalah, gado-gado juga enak. Ada tahu nya, ada kerupuknya, bumbu kacang di gado-gado juga oke deh, gak apa-apa lah, gado-gado juga enak. Aku berusaha menghibur diri.

Pesanan sepupu-sepupuku datang duluan, disajikan rapi diatas meja, aromanya benar-benar gurih dan pastinya nikmat saat di santap. Uap-uap panas sop dan soto yang menari-nari diikuti dengan aroma khas kaldu sapi, dengan sepiring nasi panas dengan taburan bawang diatasnya.

“Glek”, tak sadar aku menelan ludah.

Aku jadi tidak sabar menunggu gado-gadoku datang. Terbayang gurihnya sambal kacang beserta tahu, sayur mayur dan ketupat menjadi satu, tak lupa taburan bawang goreng diatasnya juga kerupuk yang menambah lengkap gado-gado tersebut. Sudah terbayang olehku akan mengunyah kerupuk yang kriuk-kriuk.

“Gado-gadoku kapan dateng ya?” Tanyaku.

“Bentar lagi kali de, kan biasanya ngulek dadak kan ya bumbu nya.” Kata kakak sepupuku saat itu.

“Iya juga sih, udah laper. Daritadi di mobil kan pada nyemil aku nggak karena gak boleh,” sambungku lagi.

“Eh, itu ibu tuh de! Gado-gado dateng tuh, haha” Katanya saat melihat ibu datang ke meja kami. Aku sumringah sekali saat itu.

“Ini teh, di habiskan ya.” Kata ibu menyodorkan piring kepadaku.

Kali itu aku merasa dunia berhenti, wajah bahagiaku berubah sendu.

“Kok bukan gado-gado?” Tanyaku heran.

“Gak jadi gado-gado. Lupa, tahu-nya kan di goreng, mana ada kerupuknya, terus takut ga bagus ke lambung bumbu kacangnya. Jadi tempe bacem aja ya, kan sehat ga di goreng.”

Apapun itu asal jangan tempe bacem.

Dari dulu aku tidak pernah suka makanan apapun yang berbumbu kecap. Apalagi ini di bacem.

Hatiku linu sekali rasanya saat itu, nyes nyes nyes. Sudah kandas harapan makan pecel lele, di tambah kandas pula gado-gadoku.

Makananku malam itu adalah sepiring nasi panas tanpa bawang goreng dan satu buah tempe bacem, seret.

As you know bahwa aku memang sangat-sangat cengeng. Dari dulu aku paling tidak bisa kontrol air mataku untuk tidak menangis saat ingin menangis. Selalu banjir begitu saja.

Ekspetasiku malam itu terlalu tinggi, baiklah tak mengapa pecel lele di ganti jadi gado-gado. Tapi untuk pada akhirnya menu yang ada menjadi tempe bacem ini benar-benar menyesakkan dada.

Kalian tau? Sepanjang dan setiap suapanku kali itu diikuti dengan linangan air mata. Air mata turun begitu saja, aku menangis tanpa suara, hanya air mata yang berjatuhan.

Tak apa bila ingin menganggapku lebay, tak masalah.

Tapi bayangkan, satu bulan di isolasi dengan makanan yang aneh-aneh rasa dan bentuknya, aku kira sehari itu saja untuk menyenangkanku yang baru keluar dari rumah sakit ini, aku bisa sekaliiiiii saja makan makanan yang aku inginkan.

Aku tetap menghabiskan makananku, sambil sesenggukan karna tak kuat menahan sedih. Sedihku ini bercampur kecewa dan kesal. Lengkap sudah rasanya.

Tapi mau gak mau aku harus menghabiskan tempe bacemku ini, belum lagi ibu yang kembali ke mejaku yang lalu melihatku tertunduk menangis.

Makanku kali itu penuh dengan ceramah ibu dan linangan air mata. Sebenarnya sedari awal aku sudah sangat tidak nafsu makan, tapi aku tau apa yang akan terjadi bila aku tidak menghabiskanya.

Aku yang berusaha menghabiskannya saja terus-terusan di ceramahi ibu apalagi mogok makan karena tempe bacem bukan?

Kali itu ibu benar-benar mengawasiku suapan demi suapan. Berada diposisi seperti ini air mataku semakin deras mengalir, menangis tanpa suara, sesekali tak terasa lepas sesenggukan sampai pada akhirnya makananku habis.

Aku menunduk mengecek handphoneku, membuka kamera dan kaget melihat wajahku yang memerah, mata bengkak dan hidung merah. Sedikit-sedikit mengintip sepupuku yang duduk di sampingku. Ia menatapku iba, penuh kasihan.

Sedari tadi aku benar-benar menunduk saat makan sehingga tidak tau bagaimana keadaan sekitar, bairlah orang mengira apa, tapi kali itu aku benar-benar tidak bisa menahan air mataku. Sampai kesemutan rasanya tangan dan leherku kala itu.

Di perjalanan pulang menuju rumah, selama perjalanan Jakarta-Serang itu aku tak henti menangis dalam diam. Entah apa yang aku tangiskan tapi rasanya perasaanku amat sendu, air mataku tak henti menangis, sampai perih mata rasanya.

Sudah aku hibur diriku sendiri, sudah aku bisikkan diriku sendiri untuk jangan menangis lagi, jangan bersedih, toh makanan itu sehat dan baik untuk kesehatanku, tapi bandelnya airmata itu terus saja mengalir tak henti, sampai tiba di rumah, sampai masuk kamar tidurku, tetap saja tak mau berhenti menangis.

Entah mengapa bisa sesendu itu perasaanku di kala itu.

Sudah kukuatkan diriku sendiri, “Sudahlah jangan menangis, masa karena tempe bacem aja kayak begini? Gak sayang air matanya? Udah mah kekurangan air mata, di buang sia-sia karena tempe bacem?”

Tapi bukannya berhenti, tangisanku semakin kencang, shalatpun aku sampai batal tiga kali karna sesenggukan, hingga akhirnya berhenti karena tertidur dengan sendirinya.

Itu aku pada Agustus 2018 lalu. Dahulu rasanya sendu sekali tragedi tempe bacem ini, tapi kini mengingatnya lagi malah membuatku terkekeh sendiri.

Entah kenapa aku bisa sampai segitunya karena tempe bacem.

Ah aku jadi ingat kata Ibu, Ibu bilang memang odapus mudah mood swing dan menjadi lebih sensitif. Aku yang biasanya saja sudah mudah sensitif dan cengeng, bagaimana jika memang sedang mood swing? Mungkin seperti itu jadinya.

Mungkin memang karena peralihan antara aku yang hobi makan ini lalu di hadapi dengan seabreg pantangan-pantangan yang ada.

Alhamdulillah aku kini sudah mulai bisa menerima. Toh ini adalah salah satu proses agar mempercepat kesembuhan.

Logikanya begini, orang sehat saja harus menjaga pola hidup salah satunya pola makan, apalagi orang sakit bukan?

Dan tugasku kini adalah satu, agar bisa sepenuh hati menjalaninya. Agar makanku tidak ogah-ogahan lagi.

Alhamdulillah di setiap sakitku Allah tidak mencabut nikmatnya nafsu makanku. Dari dulu, sesakit apapun aku, meski demam berminggu-minggu yang biasanya tak enak makan, atau bahkan banyak di luar sana yang tak mau makan saat sedang seperti itu, memperparah proses kesembuhan, alhamdulillaah Allah selalu berikanku keinginan untuk makan meski sekedar 5 suapan.

Bahkan, saat sakit aku malah jadi lebih mamayu.

Mamayu adalah suatu keadaan dimana kita ingin makan segala sesuatu, biasanya setelah sembuh dari sakit atau demam berkepanjangan.

Aku pernah suatu hari demam tinggi selama seminggu, aku memang jadi tidak nafsu makan nasi, tapi alhamdulillahnya Allah tetap memberiku keinginan untuk makan.

Kala itu rasanya aku hanya ingin makan salad buah. Dan aku benar-benar hanya makan salad buah dalam box makan ukuran 500ml setiap pagi-siang-malam selama seminggu penuh.

Tapi maa syaa Allah, dengan konsumsi buah -buahan tersebut malah mempercepat proses penyembuhanku. Biasanya apabila aku demam, paling cepat sembuh itu dua minggu. Dan alhamdulillah kala itu aku bisa lebih cepat pulih.

Saat aku sharing hal tersebut kepada kakak kelasku dulu sewaktu di pesantren, Kak Eka namanya. Beliau sempat heran, “Memangnya gak apa-apa gak di isi nasi?”

Alhamdulillahnya justu proses penyembuhanku lebih cepat kala itu.

Dan di kemudian hari Kak Eka qodarullah demam, dan coba terapkan full makan buah, maa syaa Allah demamnya pun jadi lebih cepat pulih dan tidak perih di lambung padahal beliau maag kronis malah perut lebih terasa adem.

Memang masih menjadi PR terbesarku untuk tidak tergoda makanan-makanan yang menggiurkan tapi tak baik untuk kesehatanku.

Terkadang masih saja suka cheating bikin seblak, bikin baso aci atau iseng-iseng nyemil kripik kaca satu bulan satu kali.

Biasanya saat ada menu makan baru yang hype di Indonesia, kini aku hanya meminta beberapa kawanku untuk mendeskripsikan seperti apa rasanya, biar aku bisa ikut merasakannya meski dalam bayang-bayang.

Tapi alhamdulillah untuk makanan atau minuman mengandung pemanis dan pewarna aku sudah tidak pernah kabita lagi.

Mungkin juga karena kaget sewaktu iseng nyicip pink lava-nya richeese punya adikku besoknya aku demam tinggi dan langsung lebam-lebam badanku.

Padahal hanya nyicip beberapa sedotan pink lava saja. Dari situ kaget ternyata efeknya separah itu bagi tubuhku.

Satu hal yang masih amat sangat susah di hindari adalah makanan pedas. Masih saja terkadang iseng nyambel.

Sekarang pola makan yang sedang ku jalani adalah setelah bangun tidur sebelum makan/minum apapun wajib minum perasan jeruk nipis atau lemon dan di pagi hari hanya boleh makan sepiring penuh buah, tidak boleh jus harus buah potong. Siang harinya dan malamnya mengikuti konsep food combaining juga menerapkan beberapa resep JSR Dokter Zaidul Akbar.

Rumus food combaining adalah karbohidrat hanya boleh bertemu protein nabati dan sayur mayur dan karbohidrat tidak boleh bertemu protein hewani.

1. Karbohidrat + protein nabati + sayur mayur

2. Protein hewani + sayur mayur

Semisal ingin makan daging ayam, boleh. Asal dengan sepiring penuh sayur kangkung misal.

Pastinya hindari goreng-gorengan, lebih baik panggang-panggangan, rebus-rebusan atau kukus-kukusan.

Menu aman namun lezat contohnya adalah ayam pop yang biasa ada di nasi padang yang cara masaknya adalah di ungkep.

Dan ternyata banyak kok menu makan sehat yang tetap lezat nyaman di lidah apalagi di perut. Bisa coba di cari di mbah google resep-resep food combaining jika ingin mencoba.

Sepertinya kalau membahas makanan tidak akan ada habisnya ya. Semoga dari sini aku jadi lebih bisa lagi menjaga pola makanku dengan sepenuh hati, agar lebih amanah terhadap tubuh yang sudah Allah titipkan ini.

Jangan cuma aku, kalian juga sebisa mungkin harus bisa dan jaga pola hidup salah satunya pola makan ya.

Sekian dulu kali ini, terimakasih sudah menyimak Tragedi Tempe Bacem-ku ini. Jaga kesehatan selalu ya !

Sampai jumpa di celotehan lainnya ^^

Penulis:

Hanya anak kecil yang suka berceloteh. Semoga, celotehan nya tersebut dapat bermanfaat dunia dan akhirat. Saling mengingatkan, anak kecil ini masih sangat butuh sebuah bimbingan. Jangan lupa visit instagram : najlnajlaa Juga ask.fm dengan username yang sama, THANK YOU ✨